Senin, 17 November 2008

madura : kerapan sapi / sate

Madura : Kerapan Sapi/ Sate

Di pojok Timur Laut Jawa, bertengger sebuah pulau sempit memanjang yang secara sepintas berbentuk seperti sebilah belati. Nah di situlah letak pulau madura. Yang mana letak geografis yang panas sehingga mempengaruhi gaya bahasa penduduk madura yang nota bene, keras, sering diulang-ualang, sssatu misalnya.

Berbicara Madura rasanya tidak asing lagi terdengar di telinga kita, karena orang-orang madura mempunyai berbagai macam karakter yang unik dan lucu Seperti yang diceritakan oleh nenek moyang kita, misalnya kalau orang madura itu agamanya NU bukan Islam, perlu diketahui itu semua adalah cerita belaka yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. Karena itu hanyalah stereotype yang disandang oleh Pulau Madura.
disamping itu juga orang madura mempunyai kebudayaan yang sangat memberikan income yang cukup tinggi terhadap negeri kita tercinta Indonesia yaitu kerapan sapi, dan juga makanan favorite yang mana tidak hanya disukai oleh tourist local tapi juga oleh tourist international itu adalah sate madura. Kareana kita tahu tidak banyak kelompok etnis yang sudah mempunyai sterotipe negative serta penuh kerancuan yang menyesatkan seperti yang diberikan kepada orang-orang madura. Sedikit sekali sifat-sifat positif mereka yang diperkatakan dan dicatat orang (Mien Ahmad Rifai 2007: 236). Andai kita mau menagadakan research tentang karakter, adat istiadat, dan juga budaya madura, sungguh hal yang menakjubkan yang akan kita dapat, karena orang madura tidaklah sama dengan sterotipe yang mereka berikan pada orang-orang madura. Seperti contoh yang kita sebutkan di atas.

Kerapan Sapi
Mungkin kita tidak akan pernah terbersit dibenak kita siapa penepu atau pencentus kerapan sapi. Maka dari itulah, dengan article ini saya akan sedikit menyinggung tentang asal usul kerapan sapi.
Madura tidak hanya terkenal karena hasil garamnya, namun lebih daripada itu Pulau Madura dikenal dengan tradisi adu pacu sapinya yang disebut “kerapan”. Kebiasaan memacu binatang peliharaan di arena memang sudah menjadi kegemaran penduduk Madura sejak dahulu kala. Di Madura tidak hanya hewan peliharaan sapi yang diadu cepat, tetapi juga kerbau seperti yang terdapat di Pulau Kangean. Adu cepat kerbau itu disebut “mamajir”. Sapi atau kerbau yang adu cepat itu, dikendarai oleh seorang joki yang disebut tukang tongko. Tukang tongko tersebut berdiri di atas “kaleles” yang ditarik oleh sapi atau kerbau pacuan.

Pengertian dan Asal Mula

Bagi orang Madura, pengertian kata karapan atau kerapan adalah adu pacu sapi memakai kaleles. Perkaitan kerapan diartikan sebagai adu/pacuan sapi karena pacuan binatang lain seperti kerbau tidak disebut kerapan, tetapi mamajir. Oleh sebab itu tidak pernah dikenal istilah kerapan kerbau.
Kata kerapan berasal dari kata kerap atau kirap yang artinya berangkat dan dilepas bersama-sama atau berbondong-bondong. Ada pula anggapan lain yang menyebutkan bahwa kata kerapan berasal dari bahasa Arab “kirabah” yang berarti persahabatan. Dalam pengertiannya yang umum sekarang kerapan adalah suatu atraksi lomba kecepatan sapi yang dikendarai oleh joki dengan menggunakan kaleles.
Lahirnya kerapan sapi di Madura nampaknya sejalan dengan kondisi tanah pertanian yang luas di Madura. Tanah-tanah pertanian itu dikerjakan dengan bantuan binatang-binatang peliharaan seperti sapi dan kerbau. Karena banyaknya penduduk yang memelihara ternak, maka lama kelamaan muncullah pertunjukan kerapan sapi.
Ada dugaan bahwa kerapan sapi sudah ada di Madura sejak abad ke 14. Disebutkan ada seorang kyai bernama Kyai Pratanu pada jaman dulu yang telah memanfaatkan kerapan sapi sebagai sarana untuk mengadakan penjelasan tentang agama Islam. Oleh sebab itu ajaran-ajarannya yang filosofis dihubungkan dengan posisi sapi kanan (panglowar) dan sapi kiri (pangdalem) yang harus berjalan seimbang agar jalannya tetap “lurus”, agar manusia pun dapat berjalan lurus.
Cerita lain mengatakan, pada abad ke-14 di Sapudi memerintahkan Panembahan Wlingi. Ia banyak berjasa dalam menanamkan cara-cara berternak sapi yang kemudian dilanjutkan oleh puteranya, Adi Poday. Sang putra lama mengembara di Madura daratan dan ia memanfaatkan pengalamannya di bidang pertanian di Pulau Sapudi sehingga pertanian semakin maju.
Karena pertanian sangat maju pesat, maka dalam menggarap lahan itu para petani seringkali berlomba-lomba untuk menyelesaikan perkerjaannya. Kesibukan berlomba-lomba untuk menyelesaikan pekerjaan itu akhirnya menimbulkan semacam olahraga atau lomba adu cepat yang disebut karapan sapi.
Dalam literature lain disebutakan bahwa munculnya kerapan sapi dibawa oleh seorang laki – laki bernama syeh ahmad baidawai yang pertama kali memperkenalkan cara bercocok tanam dengan menggunakan sepasang bambu yang dikenal dengan sebutan” nanggala atau salaga “ yang ditarik oleh dua ekor sapi. laki – laki. Sebenarnya beliau adalah seorang penyebar agama islam yang datang ke madura untuk mengajarkan bagaimana bertanam padi dengan membajak sawah oleh karenanya dia diberi gelar “ pangeran katandur “.
maksud awal diadakannya kerapan sapi adalah untuk memperoleh sapi – sapi yang kuat untuk membajak sawah. orang madura memelihara sapi dan menggarapnya di sawah – sawah mereka sesegera mungkin. gagasan ini kemudian yang menimbulkan adanya tradisi kerapan sapi.
bermula dari cara membajak sawah dengan menggunakan sepasang bambu yang ditarik oleh dua ekor sapi inilah yang kemudian berkembang menjadi suatu olah raga yang dikenal dengan “ kerapan sapi “.kerapan sapi segera menjadi kegiatan rutin setiap tahunnya khususnya ketika menjelang musim panen habis.

Tidak ada komentar: