Senin, 24 November 2008

kerapan sapi

Karapan sapi merupakan istilah untuk menyebut perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Pulau Madura, Jawa Timur. Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu (tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasangan-pasangan sapi lain. Trek pacuan tersebut biasanya sekitar 100 meter dan lomba pacuan dapat berlangsung sekitar sepuluh sampai lima belas detik. Beberapa kota di Madura menyelenggarakan karapan sapi pada bulan Agustus dan September setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau Oktober di kota Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden.
kerapan sapi didahului dengan mengarak pasangan-pasangan sapi mengelilingi arena pacuan dengan diiringi gamelan madura yang dinamakan saronen. babak pertama adalah penentuan kelompok menang dan kelompok kalah. babak kedua adalah penentuan juara kelompok kalah, sedang babak ketiga adalah penentuan juara kelompok menang. piala bergilir presiden hanya diberikan pada juara kelompok menang.
http://id.wikipedia.org/wiki/karapan_sapi
kerapan sapi
[ kamis, 3 mei 2007 pukul 10:04 wib. | 652 pembaca | 3.689 byte ]
kerapan sapi merupakan salah satu kebudayaan yang sangat disukai. awal mula kerapan sapi disebabkan dari kenyataan bahwa tanah madura tidak bagitu subur sehingga kurang baik untuk pertanian. sebagai gantinya orang – orang madura menangkap ikan dan berternak sapi yang sekaligus digunakan untuk bertani khususnya untuk membajak sawah atau ladang.
suatu ketika seorang laki – laki bernama syeh ahmad baidawai yang pertama kali memperkenalkan cara bercocok tanam dengan menggunakan sepasang bambu yang dikenal dengan sebutan” nanggala atau salaga “ yang ditarik oleh dua ekor sapi. laki – laki ini sebenarnya adalah seorang penyebar agama islam yang datang ke madura untuk mengajarkan bagaimana bertanam padi dengan membajak sawah oleh karenanya dia diberi gelar “ pangeran katandur “.
maksud awal diadakannya kerapan sapi adalah untuk memperoleh sapi – sapi yang kuat untuk membajak sawah. orang madura memelihara sapi dan menggarapnya di sawah – sawah mereka sesegera mungkin. gagasan ini kemudian yang menimbulkan adanya tradisi kerapan sapi.
bermula dari cara membajak sawah dengan menggunakan sepasang bambu yang ditarik oleh dua ekor sapi inilah yang kemudian berkembang menjadi suatu olah raga yang dikenal dengan “ kerapan sapi “.kerapan sapi segera menjadi kegiatan rutin setiap tahunnya khususnya ketika menjelang musim panen habis.
syarat dari sapi – sapi yang diperbolehkan untuk mengikuti kerapan sapi adalah sebagai berikut :
1. sapi harus mempunyai jenis dan warna madura atau madura asli.
2. sapi harus sehat dan kuat
3. tingginya mencapai 120 cm
4. gigi – giginya harus sudah dicabut.
untuk mempertahankan kegiatan tradisional ini, pelaksanaan kerapan sapi diadakan setiap tahun dan dimulai bulan agustus sampai oktober. even ini dimulai dari tingkat pembantu bupati dan kabupaten , kemudian puncak acara dengan skala terbesar adalah grandfinal memperebutkan piala presiden.
pelaksanana kerapan sapi ini dibagi dalam empat babak, yaitu : babk pertama, seluruh pasangan sapi diadu kecepatannya dalam dua pasangan untuk memisahkan kelompok menang dan kelompok kalah dan pada babk ini semua sapi, baik yang menang maupun yang kalah dapat bertanding lagi.
babak kedua atau babak pemilihan kembali, pasangan sapi pada kelompok menang akan dipertandingkan kembali , demikian halnya dengan pasangan sapi pada kelompok kalah dan pada babak ini semua pasangan sapi dari kelompok menang dan kalah tidak boleh bertanding kembali.
babak ketiga atau semi final, adalh menentukan tiga ppasang sapi pemenang dari kelompok menang dan tiga pasang sapi pemenang dari kelompok yang kalah. babak kekempat atau babak final, diadakan untuk menentukan juara i, ii dan iii dari kelompok kalah.
dalam kejuaraan kerapan sapi ini terdapat beberapa tahapan kejuaraan, mulai dari tingkat pembantu bupati , kabupaten dan terakhir tingkat karesidenan atau final besar untuk memperebutkan pila presiden. final besar biasanya diadakan di kota pamekasan sebagai koordinator kerja wilayah vii madura dengan peserta dari 4 kabupaten di madura yaitu bangkalan , sampang , sumenep dan pamekasan. masing – masing kabupaten mengirimkan 6 pasang sapi pemenang.
sejak tahun 1998 final besar kerapan sapi pelaksanaannya tidak hanya dipusatkan di kabupaten pamekasan , tetapi berpindah – pindah yaitu di kabupaten – kabupaten di madura. biasanya malam menjelang pelaksanaan kerapan sapi dikenal dengan istilah “ gubengan “ yaitu tumpah ruahnya para penggemar kerapan sapi dengan mengadakan pasar malam dan membunyikan berbagai tetabuhan khas madura. pelaksanaan kerapan sapi biasanya pada bulan agustus, september , oktober sedangkan tanggalnya berdasarkan kesepakatan bersama. http://www.sumenep.go.id/main.php?go=wisata&xkd=36
Kabupaten Probolinggo, Kerapan sapi merupakan atraksi khas dari pulau Madura yang merupakan lomba (pacuan) sapi. Probolinggo yang mayoritas penduduknya dari suku Madura atau campuran (antara Madura dan Jawa), maka kerapan sapi juga menjadi atraksi yang dilestarikan.
Sebuah atraksi masyarakt khas Madura, yaitu lomba atau pacuan (kerapan) sapi. Di Probolinggo dengan mayoritas penduduk bersuku Madura atau campuran Madura Jawa (Pendalungan), kerapan sapi juga menjadi atraksi tetap. Pemerintah Kabupaten Probolinggo dalam hal ini Dinas Perhubungan dan Pariwisata, menampung aspirasi masyarakat tersebut dengan menyiapkan wadah kegiatan kerapan sapi 2 (dua) kali dalam satu tahun. Yaitu Upacara Ritual Kasada yang dikemas dalam acara Pra-Kasada dan perebutan Trophy Bupati Probolinggo di HUT Kabupaten Probolinggo [Bappeda]
Source: http://www.kabprobolinggo.go.id/
Dari kompetisi sapi tercepat, karapan bergerak menjadi ajang pertarungan gengsi, paranormal, ekonomi dan kepentingan politik.
Dua pasang sapi jantan melaju di hamparan rumput. Teriakan suporter di belakang garis start melebur dalam debu dan doa. Tak kurang dari 15 detik, lintasan sepanjang 185 meter dilewati. Dalam hitungan detik pula, sorak sorai penonton menggema.
Begitu masuk garis finish, tukang tongkok (joki, red) melompat ke depan dan merangkul sapi yang masih terus berlari. Tangan kurusnya kokoh menarik tali kendali yang terikat di semeleh (kayu yang dikalungkan di leher sapi, red). Disinilah letak hidup dan mati. Karena bisa saja, si tukang tongkok terpental dan dihajar kaki-kaki sapi. Suguhan ini jadi bahan pembicaraan terpanas di Madura. Lebih-lebih saat Karapan Sapi Presiden Cup digelar di Stadion Sunarto Hadi Widjojo, Pamekasan, Minggu (27/10) dan Senin (28/10) lalu.
Tanpa menghiraukan panas matahari, warga dari Kabupaten Bangkalan, Sumenep, Kamal dan Pamekasan menyerbu event nasional itu. Mereka datang dengan dua atau tiga truk. Di sisi lain, Karapan Sapi Gubeng atau Besar juga jadi maghnet bagi turis domestik atau manca negara. Mereka rela berdesakan di pintu masuk stadion dan berlomba cari tempat terdekat dengan lintasan.
"Saya dengar dari teman. Katanya karapan sapi adalah tradisi yang menarik untuk ditonton," kata Chaterine (19), turis asal Inggris. Siang itu, ia datang bersama tiga saudaranya untuk nonton karapan. Tidak takut ada bom? "Takut sih. Tapi apa terjadi di sini? Semoga tidak," jawabnya sambil melirik ke arah belasan polisi yang berjaga di sekitar arena.
Bukan kebetulan, sumber dari panitia karapan sapi menyebutkan, untuk event ini panitia mengerahkan tak kurang dari 150 satuan untuk berjaga. Mereka datang dari Polri dan TNI-AD.
Hobby dan Gengsi
Untuk bertarung dalam karapan ini, peserta memang tak bisa main-main. Segudang persiapan digelar jauh hari menjelang karapan. Misal yang dilakukan Haji Sofyan dari Sumenep. Untuk persiapan karapan, ia sudah menghabiskan uang sebesar Rp 5 juta. Angka ini digunakan untuk makanan dan minuman Jilat Apoy, nama tim sapi karapannya.
"Bisa dibayangkan, sapi-sapi ini butuh telor, ramuan madura, soda dan lain-lain," papar Sofyan. Ia menyebut, untuk terlibat dalam Presiden Cup, ia harus berlaga di dua event. Masing-masing
karapan tingkat kecamatan dan kabupaten. "Terlanjur suka. Saya menganggap karapan sapi sebagai ajang hiburan sekaligus tradisi," ungkapnya. Walau mengaku tak punya alasan khusus, ia mengaku tak setengah-setengah dalam berbenah.
Untuk melindungi sapi-sapi dan tukang tongkok-nya, ia merangkul paranormal. Bukan demi tujuan meraih kemenangan, tapi agar tak diganggu pihak-pihak yang tak menghendaki kemenangannya. Karena seperti diakui peserta lain, menjadi juara di karapan adalah mimpi yang luar biasa. Selain dapat hadiah dari panitia pelaksana, pemilik sapi akan diposisikan sebagai sosok terhormat. Bukan tak mungkin, bila sudah meraih dua kejuaraan, ia akan berpeluang jadi kepala desa. Ini yang jadi alasan, mengapa pemilik rela menghabiskan duwit jutaan buat sang sapi. Menjelang pertandingan, ia rela duduk di sekitar sapi bersama puluhan anak buahnya. Sesekali, ia mengibas lalat yang berusaha hinggap di tubuh sapi. Dalam kondisi seperti itu, jangan coba-coba menyentuh sapi. Karena tanpa babibu, pemilik dan anak buahnya akan membuat benteng pertahanan.
Abad 13
Tak banyak yang tahu, kapan karapan sapi lahir di bumi Madura. Tapi menurut Ali Mulyono, staf Badan Koordinasi Wilayah IV Pamekasan, karapan sapi konon sudah ada sejak tahun 1293. Saat itu, seorang bangsawan bernama Pengeran Ketandur mengenalkan cara mengolah tanah dengan cara bajak sawah dengan sapi.
Cara ini dinilai efektif mengubah tanah tandus jadi lahan yang subur. Bisa ditebak, masyarakat desa pun mulai mengikuti jejak Ketandur. Dari kebiasaan ini, lahir gagasan pesta rakyat sekaligus jalan untuk menyenangkan sapi. "Sejak saat itu mulai lahir karapan sapi. Tapi catatan lain menyebut, karapan mulai muncul pada abad 15," papar Ali yang sempat punya rencana untuk membuat buku tentang karapan sapi ini.
Ditambahkan, karapan sapi intinya digelar sebagai pesta rakyat selepas panen tembakau. Selain diadakan di Madura, karapan ini wajib melibatkan sapi Madura, yang kata Ali memiliki darah sapi Bali dan banteng. Biasanya, penggemar karapan mulai memilah sapi karapan sejak sapi berusia 3 atau 4 bulan. Di usia itu, sapi yang layak atau tidak layak ikut karapan mulai nampak. Dijelaskan Ali, sapi yang layak biasanya memiliki garis di punggung, telinga yang agak ke belakang, kening dan moncong yang membentuk huruf V dan punya unyeng-unyeng di kepala.
http://etalasebumi.blogspot.com/2007/07/pertarungan-gengsi-kerapan-sapi.html
Dulu, sekitar tahun 80 sampai 90-an, tetangga-tetangga saya banyak yang memelihara sapi. Ada yang diternak, ada juga yang mereka gunakan untuk menyalurkan hobi, kalau yang jantan untuk lomba pacuan sapi atau kerrap, kalau yang betina untuk sapi Sono'. Kebetulan di daerah saya, Waru, sapinya memang terkenal bagus-bagus. Bukan promosi lho! Ini juga kata orang-orang luar. Sampai saat ini saya juga kurang begitu mengerti, seperti apa sih tipe sapi yang bagus dan buruk itu. Oleh karenanya, tiap pasaran, hari Kamis dan hari Ahad, pasar banyak diramaikan oleh penjual dan pembeli sapi.
Kembali ke masalah tetangga-tetanggaku yang juga memlihara sapi, khususnya sapi kerapan. Biasanya tiap hari Senin sering diadakan trenan (latihan). Banyak profesi yang berkembang dari memelihara sapi kerapan ini, mulai jadi tukang tongkok (joki) sampai tukang candek (penangkap sapi) di garis finis. Para musikus kelompok gamelan khas Madura, yang biasa dikenal Saronen, juga marak. begitu juga dengan para pengrajin pembuat Kleles, juga turut andil meramaikan habi yang satu ini. Ya... hidup terasa begitu hidup.
Pada waktu perlombaan digelar, yang biasa bertepatan dengan masa panen raya, musik pengiring Saronen bergema di mana-mana, dengan mengendarai truk mereka mengajak masyarakat untuk keluar rumah, dan bersama-sama merayakan panen dengan kerapan sapi. Semua ikut merayakan, tersenyum dan bergembira.
Ya! itu dulu. Sekarang, tidak ada lagi tetanggaku yang memelihara sapi. Jangankan sapi kerapan, sapi biasapun jarang. Kegiatan perlombaan kerapan sapi tetap berjalan tiap tahun. Tapi saya tidak lagi dapat melihat para tetangga ikut lomba. Saya tidak tahu lagi peserta lomba itu sapi siapa, karena semua peserta banyak dari daerah lain. Peran yang bisa dimainkan tetangga-tetangga saya itu paling hanya sebagai pemeriah. Bukan lagi tokoh utama. Jadi penonton, atau jadi tukang candek, paling top jadi tungkang tongkok.
Untuk punya dan memelihara sapi kerapan seperti saat-saat sekarang ini, sebenarnya hanya butuh satu syarat, yaitu kaya. Bayangkan saja, untuk biaya perawatan sapi kerapan, anda
harus siap kehilangan uang sebesar 100 ribu perhari, ya kira-kira segitu lah!
Orang Madura tidak sembarangan memelihara sapi kerapan. Setiap pagi dan sore, sapi dimandikan secara rutin dengan menggunakan air bersih, dan dimandikan sambil di urut-urut oleh seorang yang memiliki keahliah khusus tentang otot-otot sapi. Tidak seperti dulu-dulu, yang cukup dimandikan dikali, kadang airnya juga berwarna kecoklat-coklatan. Dan hanya sekedar untuk menghilangkan virus yang kemungkinan ada di tubuh sapi.
Makanan sapi kerapan, juga perlu mendapat perhatian agar kondisi sapi tetap vit dan siap bertanding. Rumput yang dimakan adalah rumput pilihan yang khusus ditanam untuk sang sapi. Setiap hari, sapi kerapan harus diberi minuman jamu, dan beberapa telur ayam. Yang sekali minum biasanya tidak kurang dari 25 telur untuk tiap ekor sapi. Sapi juga diberi minuman bir atau minuman energi lain, dan biasanya menghabis satu sampai dua liter perhari. Minuman lain yang biasa dikonsumsi, seperti susu segar dan madu juga menjadi suguhan sapi kerapan.
Dan gilanya lagi, kandang dimana sapi ditempatkan, kadang lebih bagus dari rumah penduduk disekitarnya. Maklum orang kaya, sapinyapun harus hidup mewah :D. Saking besarnya biaya yang perlu dikeluarkan untuk perawatan sapi kerapan, sampai-sampai ada ungkapan “biaya merawat seeokor sapi kerapan lebih besar daripada biaya merawat seorang isteri”.
Memelihara, sapi kerapan sudah tidak sesederhana dulu lagi. Dengan pengeluaran yang demikian besar, tentu saja tidak semua orang bisa memelihara sapi kerapan. Ditambah lagi krisis moneter yang terus melilit Indonesia, menambah kehidupan masyarakat semakin terkatung-katung. Jangankan untuk memelihara sapi kerapan, memelihara diri mereka sendiri sudah begitu sulit.
Orang-orang kaya yang memlihara sapi kerapan, mereka bukan hanya sekedar untuk menyalurkan hoby. Tapi lebih dari itu, sapi kerapan mereka jadikan sebagai lambang dan tanda kekayaan, dan kedudukan sosial di mata masyarakat. Adu gengsi sudah menjadi tren siapa yang memiliki sapi kerapan, apalagi sapi itu sering menjadi juara. Dengan itu sosoknya akan terangkat di tengah masyarakat.
Orang Madura yang mayoritas beragama Islam, dan terkenal dengan kehidupan yang agamis, melihat kerapan sapi sebagai sesuatu yang melanggar agama. Karena disitu terkandung unsur penyiksaan terhadap hewan. Mungkin perlu juga saya tulis, bahwa ketika lomba, tokang tongkok atau joki memacu sapi kerapan dengan menggunakan tongkat khusus dimana terdapat paku-paku kecil yang menempel pada tongkat. Maka wajar kalau sapi-sapi itu berdarah-darah pada bagian pantatnya setelah mengikuti perlombaan.
Hal inilah yang membuat para Kiyai menjauhi kerapan sapi. Sehingga tradisi yang sudah menjadi ciri khas Madura ini juga dijauhi masyarakat. Sedangkan mereka yang punya sapi kerapan, meskipun disatu sisi mereka mempunyai nilai lebih dan terpandang di masyarakat. Tapi di sisi lain, mereka juga mendapat pandangan negatif, sebagai penyiksa hewan.
Kerapan sapi adalah tradisi orang Madura yang perlu dilestarikan. Orang bule biasa bilang Bull reces sudah cukup terkenal, dan bisa dijadikan salah satu daya tarik wisata. Oeh karenanya, kalau kerapan sapi tambah dijauhi oleh masyarakat, bisa mengakibatkan tradisi ini punah.
Ada dua alasan mengapa orang mulai menjauhi, dan mungkin bisa menjadi akhir dari kerapan sapi. Pertama, larangan agama untuk tidak menyiksa hewan. Kedua, berkenaan dengan biaya perawatan yang tidak semua orang mampu mengurusnya.
Sebagai usul asal-asalan, mungkin perlu adanya islamisasi terhadap kerapan sapi. Dengan menghilangkan unsur-unsur yang bertentangan dengan Islam, seperti penyiksaan terhadap sapi kerapan. Sehingga nantinya para kiyaipun bisa menyemarakkan kerapan sapi. Tapi mungkin kalau kiayi sudah mulai senang kerapan sapi, bisa-bisa nanti dia lupa sama santrinya :D.
Kerapan sapi merupakan "Pesta Rakyat", tradisi budaya masyarakat Madura yang berkembang dari masa ke masa sejak zaman nenek moyang. Biasanya digelar sehabis panen raya, sebagai wujud rasa gembira atas keberhasilan yang diraihnya.
Kerapan sapi bagi masyarakat Madura merupakan kebanggan tersendiri yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mereka, terutama bagi pemiliknya. Kegiatan tersebut memang sudah menjadi tradisi yang digelar secara rutin setiap tahun untuk memperebutkan piala bergilir Presiden RI sebagai puncak acara dari jenjang-jenjang kejuaraan, yang biasa disebut "Kerapan Sapi Gubeng".
Agenda kegiatan kerapan sapi diawali dari tingkat kawedanan berlangsung antara bulan Agustus-September, tingkat Kabupaten berlangsung antara bulan September-Oktober dan tingkat pembantu Gubernur/tingkat Madura untuk memperebutkan Piala Presiden RI. berlangsung antara bulan Oktober-Nopember. Di samping itu penyelenggaraan kerapan sapi juga bisa berlangsung secara insidental menurut event tertentu atas permintaan sponsor.
Kerapan sapi adalah sepasang sapi jantan untuk diadu kecepatannya dengan dikendalikan seorang joki yang dikenal sebagai tokang tongko dengan memakai peralatan dan perlengkapan yang disebut kaleles.
Sebelum memasuki arena pacu, pasangan sapi dilengkapi dengan keleles lengkap dengan pangonong dirakit diantara pasangan sapi, bahkan dilengkapi ornamen pakaina seperti umumnya manten dan diiringi dengan sronen berupa tabuhan semacam gamelan. Kerapan sapi merupakan "Pesta Rakyat", tradisi budaya masyarakat Madura yang berkembang dari masa ke masa sejak zaman nenek moyang. Biasanya digelar sehabis panen raya, sebagai wujud rasa gembira atas keberhasilan yang diraihnya.
kerapan sapi & sapi sonok
kerapan sapi bagi masyarakat madura merupakan kebanggan tersendiri yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mereka, terutama bagi pemiliknya. kegiatan tersebut memang sudah menjadi tradisi yang digelar secara rutin setiap tahun untuk memperebutkan piala bergilir presiden ri sebagai puncak acara dari jenjang-jenjang kejuaraan, yang biasa disebut "kerapan sapi gubeng".
agenda kegiatan kerapan sapi diawali dari tingkat kawedanan berlangsung antara bulan agustus-september, tingkat kabupaten berlangsung antara bulan september-oktober dan tingkat pembantu gubernur/tingkat madura untuk memperebutkan piala presiden ri. berlangsung antara bulan oktober-nopember. di samping itu penyelenggaraan kerapan sapi juga bisa berlangsung secara insidental menurut event tertentu atas permintaan sponsor.
kerapan sapi adalah sepasang sapi jantan untuk diadu kecepatannya dengan dikendalikan seorang joki yang dikenal sebagai tokang tongko dengan memakai peralatan dan perlengkapan yang disebut kaleles.
sebelum memasuki arena pacu, pasangan sapi dilengkapi dengan keleles lengkap dengan pangonong dirakit diantara pasangan sapi, bahkan dilengkapi ornamen pakaina seperti umumnya manten dan diiringi dengan sronen berupa tabuhan semacam gamelan.
sapi sonok sapi pajangan/sapi sonok merupakan sepasang sapi yang dirangkai/diapit dengan pengonong serta terampil mengikuti instruksi joki/pengemudi, di mana pasangan sapi berjalan dengan langkah jalan neter kolenang (mengikuti irama musik) untuk menuju atau memasuki (nyonok) sebuah gapura. pasangan sapi tersebut dilengkapi dengan pakaian dan hiasan (atribut) pangonong serta diiringi serta diringi kelompok musik sronen yang sudah siap mengikuti lomba setahun sekali yang diadakan oleh pemerintah kabupaten pamekasan. lomba sapi sonok ini biasanya mengawali kerapan sapi tingkat pembantu gubernur (madura).
jenis sapi sonok/sapi pajangan ini adalah sapi betina pilihan, bentuk tubuhnya berbeda dengan sapi karapan yang kesemuanya sapi jantan.
HTTP://PAMEKASAN.INFO/WISATADETAIL.ASP?SUBPOTENSI_ID=6
Madura tidak hanya terkenal karena hasil garamnya, namun lebih daripada itu Pulau Madura dikenal dengan tradisi adu pacu sapinya yang disebut “kerapan”. Kebiasaan memacu binatang peliharaan di arena memang sudah menjadi kegemaran penduduk Madura sejak dahulu kala. Di Madura tidak hanya hewan peliharaan sapi yang diadu cepat, tetapi juga kerbau seperti yang terdapat di Pulau Kangean. Adu cepat kerbau itu disebut “mamajir”. Sapi atau kerbau yang adu cepat itu, dikendarai oleh seorang joki yang disebut tukang tongko. Tukang tongko tersebut berdiri di atas “kaleles” yang ditarik oleh sapi atau kerbau pacuan.

Pengertian dan Asal Mula
Bagi orang Madura, pengertian kata karapan atau kerapan adalah adu pacu sapi memakai kaleles. Perkaitan kerapan diartikan sebagai adu/pacuan sapi karena pacuan binatang lain seperti kerbau tidak disebut kerapan, tetapi mamajir. Oleh sebab itu tidak pernah dikenal istilah kerapan kerbau.
Kata kerapan berasal dari kata kerap atau kirap yang artinya berangkat dan dilepas bersama-sama atau berbondong-bondong. Ada pula anggapan lain yang menyebutkan bahwa kata kerapan berasal dari bahasa Arab “kirabah” yang berarti persahabatan. Dalam pengertiannya yang umum sekarang kerapan adalah suatu atraksi lomba kecepatan sapi yang dikendarai oleh joki dengan menggunakan kaleles.
Lahirnya kerapan sapi di Madura nampaknya sejalan dengan kondisi tanah pertanian yang luas di Madura. Tanah-tanah pertanian itu dikerjakan dengan bantuan binatang-binatang peliharaan seperti sapi dan kerbau. Karena banyaknya penduduk yang memelihara ternak, maka lama kelamaan muncullah pertunjukan kerapan sapi.
Ada dugaan bahwa kerapan sapi sudah ada di Madura sejak abad ke 14. Disebutkan ada seorang kyai bernama Kyai Pratanu pada jaman dulu yang telah memanfaatkan kerapan sapi sebagai sarana untuk mengadakan penjelasan tentang agama Islam. Oleh sebab itu ajaran-ajarannya yang filosofis dihubungkan dengan posisi sapi kanan (panglowar) dan sapi kiri (pangdalem) yang harus berjalan seimbang agar jalannya tetap “lurus”, agar manusia pun dapat berjalan lurus.
Cerita lain mengatakan, pada abad ke-14 di Sapudi memerintahkan Panembahan Wlingi. Ia banyak berjasa dalam menanamkan cara-cara berternak sapi yang kemudian dilanjutkan oleh puteranya, Adi Poday. Sang putra lama mengembara di Madura daratan dan ia memanfaatkan pengalamannya di bidang pertanian di Pulau Sapudi sehingga pertanian semakin maju.
Karena pertanian sangat maju pesat, maka dalam menggarap lahan itu para petani seringkali berlomba-lomba untuk menyelesaikan perkerjaannya. Kesibukan berlomba-lomba untuk menyelesaikan pekerjaan itu akhirnya menimbulkan semacam olahraga atau lomba adu cepat yang disebut karapan sapi.
Berbagai macam “kerapan sapi”
Di Madura dijumpai beberapa macam “kerapan sapi” yang memberikan klasifikasi kepada jenis dan kategori peserta karapan tersebut. Berbagai macam karapan sapi itu adalah sebagai berikut:
1. Kerap Keni (Kerapan Kecil)
Kerapan jenis ini diadakan pada tingkat kecamatan atau kewedanaan. Para peserta adalah yang berasal dari daerah yang bersangkutan. Sapi kerap dari luar tidak diperbolahkan turut serta. Jarak tempuh hanya 110 meter. Dalam kategori ini yang diutamakan adalah kecepatan dan lurusnya. Kerap keni ini biasanya diikuti oleh sapi-sapi kecil dan baru belajar. Pemenangnya merupakan peserta untuk mengikuti kerap raja.
2. Kerap Raja (Kerapan Besar)
Kerapan besar ini disebut juga kerap negara, umumnya diadakan di ibukota kabupaten pada hari Minggu. Ukuran lapangan 120 meter. Pesertanya adalah juara-juara kecamatan atau kewedanaan.
3. Kerap Onjangan (Kerapan Undangan)
Kerapan undangan adalah pacuan khusus yang diikuti oleh peserta yang diundang baik dari dalam kabupaten maupun luar kabupaten. Kerapan ini diadakan menurut waktu keperluan atau dalam acara peringatan hari-hari tertentu.
4. Kerap Karesidenen (kerapan tingkat keresidenan)
Kerapan ini adalah kerapan besar yang diikuti oleh juara-juara kerap dari empat kabupaten di Madura. Kerap karesdenan diadakan di kotaPamekasan pada hari Minggu, merupakan acara puncak untuk mengakhiri musim kerapan.
5. Kerap jar-jaran (kerapan latihan)
Kerapan latihan tidak tertentu harinya, bisa diadakan pada setiap hari selesai dengan keinginan pemilik atau pelatih sapi-kerap itu. Pesertanya adalah sapi lokal.
Persyaratan sapi-kerap tidaklah banyak, asalkan sapinya kuat dan diberi makanan yang cukup, dilatih lari, dipertandingkan dan diiringi dengan musik saronen. Konon beberapa pemilik sapi-kerap juga melengkapi kehebatan sapinya dengan menggunakan mantra-mantra serta sajian tertentu. Sesungguhnya hal ini tidak dibenarkan dalam aturan sebuah lomba atau kerapan.
Pelaksanaan Kerapan
Sebelum kerapan dimulai semua sapi-kerap diarak memasuki lapangan, berparade agar dikenal. Kesempatan ini selain digunakan untuk melemaskan otot-otot sapi karena sudah ditambatkan, juga merupakan arena pamer akan keindahan pakaian/hiasan sapi-sapi yang akan berlomba. Sapi-sapi itu diberi pakaian berwarna-warni dan gantungan-gantungan genta di leher sapi berbunyi berdencing-dencing. Setelah parade selesai, pakaian hias mulai dibuka. Hanya pakaian yang tidak mengganggu gerak tubuh sapi saja yang masih dibiarkan melekat.
Maka dimulailah babak penyisihan, yaitu dengan menentukan klasemen peserta, peserta biasanya pada babak ini hanya terpacu sekedar untuk menentukan apakah sapinya akan dimasukkan “papan atas” atau “papan bawah”. Hal ini hanyalah merupakan taktik bertanding antarpelatih untuk mengatur strategi.
Selanjutnya dimulailah ronde penyisihan pertama, kedua, ketiga dan keempat atau babak final. Dalam ronde-ronde ini pertandingan memakai sistem gugur. Sapi-sapi kerap yang sudah dinyatakan kalah tidak berhak lagi ikut pertandingan babak selanjutnya.

Dalam mengatur taktik dan strategi bertanding ini masing-masing tim menggunakan tenaga-tenaga trampil untuk mempersiapkan sapi-sapi mereka. Orang-orang itu dikenal dengan sebutan: (1) tukang tongko, joki yang mengendalikan sapi pacuan; (2) tukang tambeng, orang yang menahan kekang sapi sebelum dilepas; (3) tukang gettak, orang yang menggertak sapi agar pada saat diberi aba-aba sapi itu melesat bagaikan abak panah ke depan; (4) Tukang tonja, orang yang bertugas menarik dan menuntut sapi agar patuh pada kemauan pelatihnya; (5) tukang gubra, anggota rombongan yang bertugas bersorak-sorak untuk memberi semangat pada sapinya dari tepi lapangan. Mereka tidak boleh memasuki lapangan dan hanya sebagai suporter.
Demikian sekilas tentang kerapan sapi di Madura yang sudah merupakan acara hiburan tradisi yang masih lestari sebagai konsumsi wisatawan, tetapi juga telah membawa akibat positif bagi masyarakat Madura di bidang ekonomi, kreatifitas budaya dan sekaligus juga telah melestarikan penghargaan masyarakat terhadap warisan budaya nenek moyang.

Selasa, 30 November 1999 00:00:00 - oleh : admin
Dulu, sekitar tahun 80 sampai 90-an, tetangga-tetangga saya banyak yang memelihara sapi. Ada yang diternak, ada juga yang mereka gunakan untuk menyalurkan hobi, kalau yang jantan untuk lomba pacuan sapi atau kerrap, kalau yang betina untuk sapi Sono'. Kebetulan di daerah saya, Waru, sapinya memang terkenal bagus-bagus. Bukan promosi lho! Ini juga kata orang-orang luar. Sampai saat ini saya juga kurang begitu mengerti, seperti apa sih tipe sapi yang bagus dan buruk itu. Oleh karenanya, tiap pasaran, hari Kamis dan hari Ahad, pasar banyak diramaikan oleh penjual dan pembeli sapi.
Kembali ke masalah tetangga-tetanggaku yang juga memlihara sapi, khususnya sapi kerapan. Biasanya tiap hari Senin sering diadakan trenan (latihan). Banyak profesi yang berkembang dari memelihara sapi kerapan ini, mulai jadi tukang tongkok (joki) sampai tukang candek (penangkap sapi) di garis finis. Para musikus kelompok gamelan khas Madura, yang biasa dikenal Saronen, juga marak. begitu juga dengan para pengrajin pembuat Kleles, juga turut andil meramaikan habi yang satu ini. Ya... hidup terasa begitu hidup.

Pada waktu perlombaan digelar, yang biasa bertepatan dengan masa panen raya, musik pengiring Saronen bergema di mana-mana, dengan mengendarai truk mereka mengajak masyarakat untuk keluar rumah, dan bersama-sama merayakan panen dengan kerapan sapi. Semua ikut merayakan, tersenyum dan bergembira.
Ya! itu dulu. Sekarang, tidak ada lagi tetanggaku yang memelihara sapi. Jangankan sapi kerapan, sapi biasapun jarang. Kegiatan perlombaan kerapan sapi tetap berjalan tiap tahun. Tapi saya tidak lagi dapat melihat para tetangga ikut lomba. Saya tidak tahu lagi peserta lomba itu sapi siapa, karena semua peserta banyak dari daerah lain. Peran yang bisa dimainkan tetangga-tetangga saya itu paling hanya sebagai pemeriah. Bukan lagi tokoh utama. Jadi penonton, atau jadi tukang candek, paling top jadi tungkang tongkok.
Untuk punya dan memelihara sapi kerapan seperti saat-saat sekarang ini, sebenarnya hanya butuh satu syarat, yaitu kaya. Bayangkan saja, untuk biaya perawatan sapi kerapan, anda harus siap kehilangan uang sebesar 100 ribu perhari, ya kira-kira segitu lah!
Orang Madura tidak sembarangan memelihara sapi kerapan. Setiap pagi dan sore, sapi dimandikan secara rutin dengan menggunakan air bersih, dan dimandikan sambil di urut-urut oleh seorang yang memiliki keahliah khusus tentang otot-otot sapi. Tidak seperti dulu-dulu, yang cukup dimandikan dikali, kadang airnya juga berwarna kecoklat-coklatan. Dan hanya sekedar untuk menghilangkan virus yang kemungkinan ada di tubuh sapi.
Makanan sapi kerapan, juga perlu mendapat perhatian agar kondisi sapi tetap vit dan siap bertanding. Rumput yang dimakan adalah rumput pilihan yang khusus ditanam untuk sang sapi. Setiap hari, sapi kerapan harus diberi minuman jamu, dan beberapa telur ayam. Yang sekali minum biasanya tidak kurang dari 25 telur untuk tiap ekor sapi. Sapi juga diberi minuman bir atau minuman energi lain, dan biasanya menghabis satu sampai dua liter perhari. Minuman lain yang biasa dikonsumsi, seperti susu segar dan madu juga menjadi suguhan sapi kerapan.
Dan gilanya lagi, kandang dimana sapi ditempatkan, kadang lebih bagus dari rumah penduduk disekitarnya. Maklum orang kaya, sapinyapun harus hidup mewah :D. Saking besarnya biaya yang perlu dikeluarkan untuk perawatan sapi kerapan, sampai-sampai ada ungkapan “biaya merawat seeokor sapi kerapan lebih besar daripada biaya merawat seorang isteri”.
Memelihara, sapi kerapan sudah tidak sesederhana dulu lagi. Dengan pengeluaran yang demikian besar, tentu saja tidak semua orang bisa memelihara sapi kerapan. Ditambah lagi krisis moneter yang terus melilit Indonesia, menambah kehidupan masyarakat semakin terkatung-katung. Jangankan untuk memelihara sapi kerapan, memelihara diri mereka sendiri sudah begitu sulit.
Orang-orang kaya yang memlihara sapi kerapan, mereka bukan hanya sekedar untuk menyalurkan hoby. Tapi lebih dari itu, sapi kerapan mereka jadikan sebagai lambang dan tanda kekayaan, dan kedudukan sosial di mata masyarakat. Adu gengsi sudah menjadi tren siapa yang memiliki sapi kerapan, apalagi sapi itu sering menjadi juara. Dengan itu sosoknya akan terangkat di tengah masyarakat.
Orang Madura yang mayoritas beragama Islam, dan terkenal dengan kehidupan yang agamis, melihat kerapan sapi sebagai sesuatu yang melanggar agama. Karena disitu terkandung unsur penyiksaan terhadap hewan. Mungkin perlu juga saya tulis, bahwa ketika lomba, tokang tongkok atau joki memacu sapi kerapan dengan menggunakan tongkat khusus dimana terdapat paku-paku kecil yang menempel pada tongkat. Maka wajar kalau sapi-sapi itu berdarah-darah pada bagian pantatnya setelah mengikuti perlombaan.
Hal inilah yang membuat para Kiyai menjauhi kerapan sapi. Sehingga tradisi yang sudah menjadi ciri khas Madura ini juga dijauhi masyarakat. Sedangkan mereka yang punya sapi kerapan, meskipun disatu sisi mereka mempunyai nilai lebih dan terpandang di masyarakat. Tapi di sisi lain, mereka juga mendapat pandangan negatif, sebagai penyiksa hewan.
Kerapan sapi adalah tradisi orang Madura yang perlu dilestarikan. Orang bule biasa bilang Bull reces sudah cukup terkenal, dan bisa dijadikan salah satu daya tarik wisata. Oeh karenanya, kalau kerapan sapi tambah dijauhi oleh masyarakat, bisa mengakibatkan tradisi ini punah.
Ada dua alasan mengapa orang mulai menjauhi, dan mungkin bisa menjadi akhir dari kerapan sapi. Pertama, larangan agama untuk tidak menyiksa hewan. Kedua, berkenaan dengan biaya perawatan yang tidak semua orang mampu mengurusnya.
Sebagai usul asal-asalan, mungkin perlu adanya islamisasi terhadap kerapan sapi. Dengan menghilangkan unsur-unsur yang bertentangan dengan Islam, seperti penyiksaan terhadap sapi kerapan. Sehingga nantinya para kiyaipun bisa menyemarakkan kerapan sapi. Tapi mungkin kalau kiayi sudah mulai senang kerapan sapi, bisa-bisa nanti dia lupa sama santrinya :D.

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.


Upacara kedewasaan dari suku WaYao di Malawi, Afrika.
Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Unsur-unsur
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
* Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
o alat-alat teknologi
o sistem ekonomi
o keluarga
o kekuasaan politik
* Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
o sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
o organisasi ekonomi
o alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
o organisasi kekuatan (politik)
[sunting] Wujud dan komponen
[sunting] Wujud
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
* Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
* Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.

* Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
[sunting] Komponen
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:
* Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
* Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
[sunting] Hubungan antara unsur-unsur kebudayaan
Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain:
[sunting] Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi)
Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan.
Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan.
Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:
* alat-alat produktif
* senjata
* wadah
* alat-alat menyalakan api
* makanan
* pakaian
* tempat berlindung dan perumahan
* alat-alat transportasi
[sunting] Sistem mata pencaharian hidup
Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:
* berburu dan meramu
* beternak
* bercocok tanam di ladang
* menangkap ikan
[sunting] Sistem kekerabatan dan organisasi sosial
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. M. Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.
Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
[sunting] Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuna, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
[sunting] Kesenian
Karya seni dari peradaban Mesir kuno.
Karya seni dari peradaban Mesir kuno.
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.
[sunting] Sistem kepercayaan
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama
Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai dalam menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.
Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latin religare, yang berarti "menambatkan"), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion (Kamus Filosofi dan Agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut:
... sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.[1]
Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti "10 Firman" dalam agama Kristen atau "5 rukun Islam" dalam agama Islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam sistem pemerintahan, seperti misalnya dalam sistem teokrasi. Agama juga mempengaruhi kesenian.
[sunting] Agama Samawi
Agama Samawi atau agama Abrahamik meliputi Islam, Kristen (Protestan dan Katolik) dan Yahudi.
Agama Yahudi
Yahudi adalah salah satu agama yang —jika tidak disebut sebagai yang pertama— tercatat sebagai agama monotheistik dan salah satu agama tertua yang masih ada sampai sekarang. Nilai-nilai dan sejarah umat Yahudi adalah bagian utama dari agama Ibrahim lainnya, seperti Kristen dan Islam.
Agama Kristen
Kristen adalah salah satu agama penting yang berhasil mengubah wajah kebudayaan Eropa dalam 1.700 tahun terakhir. Pemikiran para filsuf modern pun banyak terpengaruh oleh para filsuf Kristen semacam St. Thomas Aquinas dan Erasmus.
Agama Islam
Agama Islam merupakan agama monotheime/atau monotheistik pertama dan tertua[rujukan?]. Agama lain merupakan modifikasi manusia dari agama islam[rujukan?]. kita bisa lihat dari perkembangan agama dari nabi-nabi terdahulu.
Agama Islam telah berhasil merubah cara pandang orang-orang eropa terhadap kebudayaan, seperti ilmu-ilmu fisika, matematika, biologi, kimia dan lain-lain [rujukan?] oleh para fislsuf barat yang kemudian hal itu diubah dan diakui oleh orang-orang eropa bahwa hal itu merupakan hasil karya orng eropa asli, Terutama oleh kalangan para filsafat. [rujukan?] Sementara itu, nilai dan norma agama Islam banyak mempengaruhi kebudayaan Timur Tengah dan Afrika Utara, dan juga sebagian wilayah Asia Tenggara.
[sunting] Filosofi dan Agama dari Timur
Agni, dewa api agama Hindu
Agni, dewa api agama Hindu
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Filosofi Timur dan Agama dari timur
Filosopi dan Agama seringkali saling terkait satu sama lain pada kebudayaan Asia. Agama dan filosofi di Asia kebanyakan berasal dari India dan China dan menyebar disepanjang benua Asia melalui difusi kebudayaan dan migrasi.
Hinduisme adalah sumber dari Buddhisme, cabang Mahāyāna yang menyebar di sepanjang utara dan timur India sampai Tibet, China, Mongolia, Jepang dan Korea dan China selatan sampai Vietnam. Theravāda Buddhisme menyebar di sekitar Asia Tenggara, termasuk Sri Lanka, bagian barat laut China, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Thailand.
Agama Hindu dari India, mengajarkan pentingnya elemen nonmateri sementara sebuah pemikiran India lainnya, Carvaka, menekankan untuk mencari kenikmatan di dunia.
Konghucu dan Taoisme, dua filosofi yang berasal dari China, mempengaruhi baik religi, seni, politik, maupun tradisi filosofi di seluruh Asia.
Pada abad ke-20, di kedua negara berpenduduk paling padat se-Asia, dua aliran filosofi politik tercipta. Mahatma Gandhi memberikan pengertian baru tentang Ahimsa, inti dari kepercayaan Hindu maupun Jaina, dan memberikan definisi baru tentang konsep antikekerasan dan antiperang. Pada periode yang sama, filosofi komunisme Mao Zedong menjadi sistem kepercayaan sekuler yang sangat kuat di China.
[sunting] Agama tradisional
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama tradisional
Agama tradisional, atau terkadang disebut sebagai "agama nenek moyang", dianut oleh sebagian suku pedalaman di Asia, Afrika, dan Amerika. Pengaruh bereka cukup besar; mungkin bisa dianggap telah menyerap kedalam kebudayaan atau bahkan menjadi agama negara, seperti misalnya agama Shinto. Seperti kebanyakan agama lainnya, agama tradisional menjawab kebutuhan rohani manusia akan ketentraman hati di saat bermasalah, tertimpa musibah, tertimpa musibah dan menyediakan ritual yang ditujukan untuk kebahagiaan manusia itu sendiri.
[sunting] "American Dream"
American Dream, atau "mimpi orang Amerika" dalam bahasa Indonesia, adalah sebuah kepercayaan, yang dipercayai oleh banyak orang di Amerika Serikat. Mereka percaya, melalui kerja keras, pengorbanan, dan kebulatan tekad, tanpa memperdulikan status sosial, seseorang dapat mendapatkan kehidupan yang lebih baik. [2] Gagasan ini berakar dari sebuah keyakinan bahwa Amerika Serikat adalah sebuah "kota di atas bukit" (atau city upon a hill"), "cahaya untuk negara-negara" ("a light unto the nations"),[3] yang memiliki nilai dan kekayaan yang telah ada sejak kedatangan para penjelajah Eropa sampai generasi berikutnya.
[sunting] Pernikahan
Agama sering kali mempengaruhi pernikahan dan perilaku seksual. Kebanyakan gereja Kristen memberikan pemberkatan kepada pasangan yang menikah; gereja biasanya memasukkan acara pengucapan janji pernikahan di hadapan tamu, sebagai bukti bahwa komunitas tersebut menerima pernikahan mereka. Umat Kristen juga melihat hubungan antara Yesus Kristus dengan gerejanya. Gereja Katolik Roma mempercayai bahwa sebuah perceraian adalah salah, dan orang yang bercerai tidak dapat dinikahkan kembali di gereja. Sementara Agama Islam memandang pernikahan sebagai suatu kewajiban. Islam menganjurkan untuk tidak melakukan perceraian, namun memperbolehkannya.
[sunting] Sistem ilmu dan pengetahuan
Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error).
Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi:
* pengetahuan tentang alam
* pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya
* pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia
* pengetahuan tentang ruang dan waktu
[sunting] Perubahan sosial budaya
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perubahan sosial budaya
Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak dengan kebudayaan asing.
Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak dengan kebudayaan asing.
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan.
Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi perubahan sosial:
1. tekanan kerja dalam masyarakat
2. keefektifan komunikasi
3. perubahan lingkungan alam.[4]
Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh, berakhirnya zaman es berujung pada ditemukannya sistem pertanian, dan kemudian memancing inovasi-inovasi baru lainnya dalam kebudayaan.
[sunting] Penetrasi kebudayaan
Yang dimaksud dengan penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara:
Penetrasi damai (penetration pasifique)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya, masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia. Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat.
Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi, atau Sintesis. Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya, bentuk bangunan Candi Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaan India. Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan Sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.
Penetrasi kekerasan (penetration violante)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak. Contohnya, masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat.
[sunting] Cara pandang terhadap kebudayaan
[sunting] Kebudayaan sebagai peradaban
Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan "budaya" yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka menganggap 'kebudayaan' sebagai "peradaban" sebagai lawan kata dari "alam". Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.
Artefak tentang "kebudayaan tingkat tinggi" (High Culture) oleh Edgar Degas.
Artefak tentang "kebudayaan tingkat tinggi" (High Culture) oleh Edgar Degas.
Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang "elit" seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas. Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang "berkelas", elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah "berkebudayaan".
Orang yang menggunakan kata "kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang "berkebudayaan" disebut sebagai orang yang "tidak berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang lain." Orang yang "tidak berkebudayaan" dikatakan lebih "alam," dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human nature)
Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu —berkebudayaan dan tidak berkebudayaan— dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang merusak dan "tidak alami" yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat dasar manusia. Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan "jalan hidup yang alami" (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.
Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap "tidak elit" dan "kebudayaan elit" adalah sama — masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan. Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.
[sunting] Kebudayaan sebagai "sudut pandang umum"
Selama Era Romantis, para cendikiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme — seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria — mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam "sudut pandang umum". Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan antara "berkebudayaan" dengan "tidak berkebudayaan" atau kebudayaan "primitif."
Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.
Pada tahun 50-an, subkebudayaan — kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari kebudayaan induknya — mulai dijadikan subyek penelitian oleh para ahli sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan - perbedaan dan bakat dalam konteks pekerja organisasi atau tempat bekerja.
[sunting] Kebudayaan sebagai mekanisme stabilisasi
Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.
[sunting] Kebudayaan di antara masyarakat
Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender,
Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan dan keintensifan komunikasi antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.
* Monokulturalisme: Pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasi kebudayaan sehingga masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi satu dan saling bekerja sama.
* Leitkultur (kebudayaan inti): Sebuah model yang dikembangkan oleh Bassam Tibi di Jerman. Dalam Leitkultur, kelompok minoritas dapat menjaga dan mengembangkan kebudayaannya sendiri, tanpa bertentangan dengan kebudayaan induk yang ada dalam masyarakat asli.
* Melting Pot: Kebudayaan imigran/asing berbaur dan bergabung dengan kebudayaan asli tanpa campur tangan pemerintah.
* Multikulturalisme: Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran dan kelompok minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka masing-masing dan berinteraksi secara damai dengan kebudayaan induk.
[sunting] Kebudayaan menurut wilayah
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kebudayaan menurut wilayah
Seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi, hubungan dan saling keterkaitan kebudayaan-kebudayaan di dunia saat ini sangat tinggi. Selain kemajuan teknologi dan informasi, hal tersebut juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, migrasi, dan agama.
Afrika
Beberapa kebudayaan di benua Afrika terbentuk melalui penjajahan Eropa, seperti kebudayaan Sub-Sahara. Sementara itu, wilayah Afrika Utara lebih banyak terpengaruh oleh kebudayaan Arab dan Islam.
Orang Hopi yang sedang menenun dengan alat tradisional di Amerika Serikat.
Orang Hopi yang sedang menenun dengan alat tradisional di Amerika Serikat.
Amerika
Kebudayaan di benua Amerika dipengaruhi oleh suku-suku Asli benua Amerika; orang-orang dari Afrika (terutama di Amerika Serikat), dan para imigran Eropa terutama Spanyol, Inggris, Perancis, Portugis, Jerman, dan Belanda.
Asia
Asia memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda satu sama lain, meskipun begitu, beberapa dari kebudayaan tersebut memiliki pengaruh yang menonjol terhadap kebudayaan lain, seperti misalnya pengaruh kebudayaan Tiongkok kepada kebudayaan Jepang, Korea, dan Vietnam. Dalam bidang agama, agama Budha dan Taoisme banyak mempengaruhi kebudayaan di Asia Timur. Selain kedua Agama tersebut, norma dan nilai Agama Islam juga turut mempengaruhi kebudayaan terutama di wilayah Asia Selatan dan tenggara.
Australia
Kebanyakan budaya di Australia masa kini berakar dari kebudayaan Eropa dan Amerika. Kebudayaan Eropa dan Amerika tersebut kemudian dikembangkan dan disesuaikan dengan lingkungan benua Australia, serta diintegrasikan dengan kebudayaan penduduk asli benua Australia, Aborigin.
Eropa
Kebudayaan Eropa banyak terpengaruh oleh kebudayaan negara-negara yang pernah dijajahnya. Kebudayaan ini dikenal juga dengan sebutan "kebudayaan barat". Kebudayaan ini telah diserap oleh banyak kebudayaan, hal ini terbukti dengan banyaknya pengguna bahasa Inggris dan bahasa Eropa lainnya di seluruh dunia. Selain dipengaruhi oleh kebudayaan negara yang pernah dijajah, kebudayaan ini juga dipengaruhi oleh kebudayaan Yunani kuno, Romawi kuno, dan agama Kristen, meskipun kepercayaan akan agama banyak mengalami kemunduran beberapa tahun ini.
Timur Tengah dan Afrika Utara
Kebudayaan didaerah Timur Tengah dan Afrika Utara saat ini kebanyakan sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma agama Islam, meskipun tidak hanya agama Islam yang berkembang di daerah ini.

Tidak ada komentar: